SHARE :

Cinta dan Keterlemparan Manusia

Terbit : 19 January 2020 / Kategori : Artikel / Liputan Media / Opini / Refleksi / Renungan Katolik / RTS Center / Komentar : 0 komentar / Author : Roy Tei Seran Center
Cinta dan Keterlemparan Manusia

Martin Heidegger, seorang filsuf besar pernah menyebut fenomena keberadaan Dasain sebagai keterlemparan (Geworfenheit), ‘berada begitu saja’. Dasein mengungkapkan keunikan dan kekhasan manusia yang tidak bisa digantikan dengan yang lain. Karena ‘berada begitu saja’, manusia tidak tahu tujuan dan asal hidupnya. Kenyataan bahwa Dasein hidup di dunia ini (terlempar) atau sein-zum-tode secara niscaya disebut faktisitas. (Jerman: Faktizität)

Bulan Juni 2011, saat di mana aku kehilangan separuh dari diriku bersama dengan pergi untuk selamanya isteri tercinta. Duka mendalam sempat membuatku berdiam diri di tempat untuk jangka waktu yang tak bisa aku prediksikan kapan usainya. Life must go on. Hidup harus terus dilanjutkan. Seketika aku bernjak pergi meski tertatih, namun rasioku mengatakan bahwa aku tak harus selalu beridiri di titik duka.

Entah mungkin karena keterlemparan manusia yang tak tahu dari mana ia berasal dan akan ke mana ia pergi, sekitar akhir tahun 2011, aku bertemu dengan sosok perempuan masa kecilku di waktu yang tak pernah kuduga sebelumnya. Namanya sudah tidak asing lagi karena semenjak masih berseragam putih, Ling Ling kami teman-teman menyapanya.

Entah karena pernah hidup di era yang sama, atau karena kami adalah rekan masa kecil yang seringkali polos dan jujur membangun semangat pertemanan, dan seringkali pengalaman masa kecil begitu kuat membekas di memori, saling menanyakan kabar adalah hal yang lumrah. Aku pikir tidak hanya antara aku dan Ling Ling, antara aku dan teman-temanku yang lain, atau antara Ling Ling dan temannya pun, pasti bertanya kabar di saat waktu mempertemukan.

Mengalir begitu saja, kami mulai berkisah tentang keadaan rumah tangga kami masing-masing. Aku sudah merupakan seorang duda, dan Ling Ling sudah merupakan seorang janda.

Ternyata dukaku karena kehilangan juga dirasakan Ling Ling yang telah resmi bercerai dengan suami pertamanya di meja pengadilan. Suami pertamnya pun telah menikah lagi dan sudah mempunyai keturunan dari pernikahan keduanya. Mungkin nasib yang mempertemukan kami, jika tidak ingin aku katakan sebagai Syukur pada Tuhan karena perjumpaan itu akhirnya berujung pada pernikahan kami pada Jumat, 17 Januari 2020.

Waktu itu, aku di Timor Leste, Ling-Ling di Jember dengan kehidupan kami masing-masing. Kami mencoba masuk lebih jauh mengulas dan berdiskusi tentang kehidupan yang singkat dan tak baik jika tidak dipenuhi dengan kebahagiaan sebagai tujuan kehidupan semua manusia.

Sering tukar pikiran, singkat cerita, pada pertengahan 2012, kami mulai berani untuk berkomitmen, tentu sebagai sepasang kekasih. Meski perjumpaan kami hanya sekali sebulan atau bahkan sekali dua bulan, ternyata itu sudah cukup membuat cinta di antara kami membara, selalu menyisahkan rasa rindu yang akan terasa sakit jika tidak diobati lewat perjumpaan.

Masih tentang waktu yang terus berputar tanpa mengenal jeda, hubungan asmara yang terajut di antara kami tidaklah semulus dan segampang mempersatukan seorang gadis dan seorang pria tanpa status janda dan duda. Sempat ada penolakan dari beberapa pihak yang beranggapan bahwa pernikahan Katolik hanya sekali seumur hidup dan anggapan akan diriku yang terlanjur dikenal secara negatif oleh orang-orang dekat Ling Ling. Bagiku, sekali kuputuskan untuk berkomitmen, pantang bagiku untuk mengingkarinya. Dan syukur pada Sang Cinta itu sendiri, Ling Ling pun demikian. Kami tiba pada prinsip untuk teru mempertahankan cinta kami di tengah badai dasyat kehidupan.

Orang bijak berujar, nahkoda yang handal ialah nahkoda yang senantiasa menghadapi samudera dan ombak dasyat. Tak pernah nahkoda menjadi hebat jika tak pernah menghadapi terjangan ombak dasyat di tengah lautan samudera. Bagiku dan bagi kami, ujaran orang-orang yang seolah ingin membunuh kami tidak cukup kuat menghalau cinta kami, bahkan menjadikan cinta kami makin hebat dan tahan uji.

Masih tentang keterlemparan Dasain (manusia dalam kacamata Heidegger), ternyata tidak semua orang tidak setuju dengan cinta kami yang bagi mereka kontroversial. Sosok itu hadir, namanya yang sering kami sapa dengan sapaan kasih, “Po Wi” mendoakan dan hadir bersama kami. Ia hidup bersama kami meski kini ia telah lebih dahulu menghadap sang Cinta di Surga abadi. “Ling Ling, jika engkau hendak menikah lagi, menikahlah dengan Ed”. Dia pria yang baik dan bertanggungjawab karena ia setia hingga isterinya pergi menghadap Sang Cinta lewat peristiwa kematian.”, demkian nasihatnya pada Ling Ling yang berujung pada restu kedua orang tua Ling Ling, Papa Blasius Widodo dan Mama Fin.

Tak hanya ketidaksetujuan papa Ling Ling yang adalah seorang mantan guru Agama, yang dahulu sering mengajarkan tenang pernikahan katolik yang hanya satu kali, Ling-Ling punya seorang Putera dan seorang Puteri yang kala itu masih duduk di bangku SMP dan SMA, ketika mereka belum bisa menerima bahwa mereka akan mendapatkan seorang ayah dari pernikahan mama mereka yang kedua. Namun aku selalu berkeyakinan bahwa terkadang persoalan yang taka da jawabannya akan terobati seirng berjalannya sang waktu.

Waktu terus berputar, kini mereka yang aku anggap dan aku akui, aku kasihi sebagai anak-anakku telah menerima keadaan ibu mereka yang akan menikah lagi dan mereka akan memiliki seorang ayah yang akan mencintai dan membahagiakan ibu mereka dan mereka berdua. Terima kasih atas keluasan dan kedalaman hati kalian.

Masih tentang waktu, ternyata keterlemparan manusia di muka bumi yang tanpa asal dan tujuan yang jelas, perlahan membuka tabir keniscayaan. Cinta mengalahkan segala. Papa Ling Ling yang awalnya berkeras hati, dengan adanya peristiwa dunia, beliau pun membuka hatinya, setelah lebih dahulu ibunda yang penuh kasih dan sesama perempuan (Mama Fin) menerima kenyataan dan kebenaran bahwa aku sungguh ingin membahagiakan anak mereka dan papa mamanya.

Dengan segala yang ada pada diriku yang terbatas ini, aku mendatangi Papa Ling Ling dan menyampaiakan itikad baikku untuk meresmikan hubungan cinta kami lewat tanda kehadiran Tuhan, sakramen Perkawinan Katolik. Agak sedikit ragu, keyakinanku, ditambah kekuatan cinta kami, ditambah doa dan restu Po Wi dan Mama Fin, Papa Blas Widodo merestui cinta kami.

Papa Tek Fu dan Mama Fin, Kami masih ingin menyaksikan senyum dan nyanyian itu bersama di hari-hari hidup kita ke depan

Aku sendiri yakin dan sungguh percaya, meski manusia datang tidak tanpa sebab ke dunia. Manusia pun akan menuju pada suatu titik nun jauh di sana. Semuanya menjadi kuat karena Iman dan Harapan yang telah kupupuk sejak masih dini hingga dewasa sebagai seorang yang beriman Katolik. Tuhan tak pernah tidur. TUhan mengetahui seluruh isi kepala dan hati manusia. Tuhan mengasihi umatNya dan secara nyata Tuhan menunjukan kasihNya dengan kejadian pernikahan suci kami yang berlangsung di Gereja Saint Pieter And Paul, SIngapura, 17 Januari 2020, pukul 10 pagi waktu setempat.

Aku dan Ling Ling berjanji, kalau dahulu papa dan mamanya Ling Ling sungguh merasa dilayani dengan sungguh oleh kehadiran Isteri adik Ling Ling, Jimmy Widodo, yang bernama Astrid Taolin, maka kami juga akan melayani Papa Blasius Widodo (Papa Tek Fu) dan Mama Fin dengan penuh cinta. Dahulu, Papa Tek Fu dan Mama Fin pernah hidup sendiri meski memiliki tiga orang anak. Ko Ven dan Isterinya di Surabaya, Ling-Ling dan suaminya di Jember, Jimmi di Kefa. Sejak Jimmi menikahi Astrid, papa dan mama lebih berbahagia karena kehadiran Astrid dan anak-anak mereka, Morgan dan Avila saat itu, dan sekrang menjadi tiga dengan kehadiran Alton.

Aku dan Ling-Ling berjanji akan menjadi anak-anak yang baik dan berkenan bagi papa Tek Fu dan Mama Fin, serta saudara-saudari baik dari Ling Ling dan juga dariku. Kami berjanji akan sehidup semati dalam balutan cinta sejati sebagai suami dan Isteri.

Terima kasih Tuhan. Terima kasih pada pastor yang membimbing kami semasa kami dalam masa konseling, pastor yang memberkati kami dengan sakramen perkawinan kudus Katolik, pada kedua orang tuaku, saudara-saudariku, sahabat-sahabatku, keluarga besar Ling-Ling, sahabat-sahabat Ling Ling, dan terutama kedua anak Ling-Ling yang kini menjadi anakku juga, Fritz dan Jessica. Kami mencintai kalian semua dengan terutama lewat cinta Tuhan yang dianugerahkan pada kita dan kehidupan kita.

7 tahun mempertahankan cinta, yang bagi segelintir orang yang tidak pernah tahu perasaan kami dan apa yang kami lalui bersama, terutama orang-orang yang dengan cemoohan, kritik pedas tanpa solusi, terjawab sudah lewat deklarasi cinta kami yang suci di hadapan Tuhan dan sesama. Terima kasih telah mendewasakan dan menguji ketulusan dan komitmen cinta kami. semoga kita sekalian dianugerahi senantiasa rahmat kebahagiaan dari Sang Cinta sejati, Yesus Kristus.

Amor Vincit Omnia”; Cinta Mengalahkan segala.

Jakarta, 17-01-2020.

Persembahan teruntuk Ci Ling Ling dan Ko Ed, Apak Tek Fu, Mama Fin, Frits dan Jessica.

Bahagia selalu dan doa kami menyertai. Terima kasih telah berbagi tentang kisah cinta luar biasa dan taka da duanya ini. Salam dan doa kami.

Roy Tei Seran dan Sherlin Taolin.

Berita Lainnya

Pendidikan Kader Madya; PDI Perjuangan NTT
22 November 2022
Pendidikan Kader Madya; PDI Perjuangan NTT
Author : Roy Tei Seran Center
Giat ke 4 Malaka Hijau
16 January 2022
Giat ke 4 Malaka Hijau
Author : Roy Tei Seran Center
456, 532, 4.845, 4.313: ANGKA PENTING SELEKSI CASN MALAKA
29 October 2021
456, 532, 4.845, 4.313: ANGKA PENTING SELEKSI CASN MALAKA
Author : Roy Tei Seran Center
Herman Hery Datang; Rina Tei Seran Pergi
18 May 2021
Herman Hery Datang; Rina Tei Seran Pergi
Author : Roy Tei Seran Center
Gagasan Pemikiran PDI Perjuangan NTT; Tata Kelola Pasca Bencana
20 April 2021
Gagasan Pemikiran PDI Perjuangan NTT; Tata Kelola Pasca Bencana
Author : Roy Tei Seran Center
Kongregasi Vokasionis Memanggil: Lomba Artikel dan Puisi
16 March 2021
Kongregasi Vokasionis Memanggil: Lomba Artikel dan Puisi
Author : Roy Tei Seran Center


Tinggalkan Komentar